Januari lalu, tulisan Anis Matta berjudul “Orang Lain Di Tengah Kita” dimuat oleh portalpiyungan.com.
Kabarnya tulisan ini cukup terkenal. Saya sendiri baru baca beberapa
waktu setelah Fahri Hamzah dipecat dari PKS di semua level keanggotaan.
Tulisan Anis Matta ini menyoroti tentang penyusupan di tubuh harakah
Islamiyah yang bisa saja terjadi. Beliau mengawali tulisannya dengan
memberikan contoh yang terjadi di Mesir. Sayyid Quthb digantung oleh
Jamal Abdul Nasser, seorang kader inti Ikhwanul Muslimin yang juga
seorang perwira militer yang kemudian menjadi penguasa Mesir saat itu.
Lalu Anis melanjutkan dengan mengungkapkan bahwa ada fakta yang
berulang kali terjadi, “Sebagian besar musibah yang menimpa da’wah dan
harakah selalu datang dari dalam harakah itu sendiri. Untuk sebagiannya,
musibah itu datang dari shaf yang terlalu longgar, yang kemudian
tersusupi dengan mudah.” tulisnya.”Jangan pernah menyalahkan musuh jika
mereka berhasil menyusupi shaf kita. Sebab penyusupan adalah pekerjaan
yang wajar yang akan selalu dilakukan musuh.”
Kontrol Organisasi Da’wah
Anis Matta kemudian menguraikan bahwa organisasi da’wah harus
mengontrol dua hal : gagasan dan orang. Anis Matta menuliskan, “Gagasan
perlu dikontrol karena manhaj da’wah kita mengalami proses interaksi
yang dinamis dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam organisasi
dan pada lingkungan strategis. Kontrol bukanlah merupakan upaya
penjegalan atas munculnya gagasan-gagasan baru. Kontrol dilakukan untuk
memastikan bahwa proses kreativitas dan pengembangan pemikiran dalam
da’wah berlangsung dengan panduan metodologi yang benar.”
Yang
menarik setelah ini adalah kontrol orang. Sebab dalam kasus pemecatan
Fahri berhembus kabar intelijen telah menyusup ke dalam PKS. Fahri
sendiri yang berkoar-koar di media tentang ini. Menurut Anis Matta
dalam tulisannya itu, seseorang bisa dirancang sebagai penyusup ke dalam
da’wah, tapi bisa juga direkrut oleh ‘orang lain’ justru setelah ia
bergabung dengan da’wah. “Proses rekrutmen bisa berlangsung melalui
suatu rekayasa intelijen, tapi bisa juga terjadi secara natural melalui
pergaulan sehari-hari. Dalam kondisi terakhir ini, seorang aktivis
da’wah biasanya mengalami penyimpangan perilaku atau akhlak, larut dalam
pergaulan, dan kemudian secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain
tanpa sadar ke dalam da’wah.” Begitu tulis mantan presiden PKS pengganti
Luthfi Hasan Ishaq ini.
Tulisan “Orang Lain di Tengah Kita”
seolah menyiratkan apa yang sedang terjadi di tubuh PKS. Bahwa ada
“orang lain” yang memang sedang menyusup ke tubuh partai da’wah ini.
Bahkan ada twit yang menyebut inisial SHW sebagai penyusup dan
menengarai SHW sebagai makelar kasus yang menimpa para petinggi PKS yang
pernah menjabat sebagai menteri. Namun twit yang mengaitkan tulisan
Anis Matta dengan kasus Fahri Hamzah ini jelas tidak dapat
dipertanggungjawabkan karena berasal dari akun anonim memakai nama
@ronindonesia98.
Awalnya saya berpendapat ini bukan soal “Orang
Lain di Tengah Kita”. Tetapi ini adalah soal pentingnya kesatuan sikap.
Selama ini Fahri sering berseberangan dengan PKS. Sebut saja sikap PKS
yang menolak kenaikan tunjangan DPR dan pejabat negara, Fahri malah
berkoar ke media masih merasa kurang. Sebut lagi soal Setya Novanto maka
kita akan melihat Fahri ngotot membela Novanto padahal PKS melarang
membelanya.
Tetapi menarik menyimak tulisan Sapto Waluyo di selasar.com.
Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform ini mengajak kita untuk
menilai : “Para pengamat dan pewarta yang obyektif, silakan menilai:
apa kepentingan Fahri di balik sikapnya yang ngototmendukung pembangunan
gedung dan pemberian fasilitas anggota DPR RI, menerima revisi UU KPK,
dan mendukung posisi Setya Novanto dalam skandal Freeport Gate serta
menyerang MKD yang dipimpin sesama kader PKS (Surahman Hidayat)? Itu
baru sebagian kecil dari sikap Fahri yang secara terbuka bertentangan
dengan sikap PKS. Fahri tidak pernah bisa menjelaskan alasannya secara
masuk akal, kecuali klaim bahwa ‘segala pernyataan dan sikapnya
dilindungi konstitusi’. Narasi besar taat pada konstitusi negara
dijadikan tameng Fahri untuk melecehkan AD/ART Partai. Padahal, silakan
ditakar semua pernyataan dan sikap Fahri selama ini dari sisi: bobot
konstitusionalitas dan kepentingan publiknya, seberapa besar? Tak ada
yang tahu, karena Fahri juga tidak pernah memberikan laporan kepada
Pimpinan PKS.”
Sikap berseberangannya Fahri ini
dilanjutkan dengan sikap mbalelo atas panggilan demi panggilan yang
dilancarkan oleh pimpinan PKS. Mangkir dari panggilan dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan seadanya. Sikap memandang enteng arahan pimpinan
PKS ini dianggap Sapto menunjukkan bahwa Fahri sedang mendekonstruksi
dirinya sendiri : tak ada loyalitas pada Partai dan Pimpinan Partai,
tidak seorangpun yang dipercaya Fahri bisa mengarahkan dirinya; tidak
Hilmi Aminuddin, tidak juga Salim Segaf. Patut dicatat, kedua tokoh
senior PKS itu memberikan kesaksian dalam Majelis Tahkim yang diragukan
legalitasnya oleh Fahri. Anis Matta memberikan keterangan tambahan di
luar sidang MT.
Sapto menyebutkan bahwa watak asli Fahri terlihat
saat menggugat PKS secara perdata di pengadilan negeri dengan tuntutan
denda Rp 500 miliar untuk kerugian material dan immaterial. Untuk biaya
pengacara, Fahri mencadangkan Rp 1 miliar. Bahkan, di saat proses
mediasi disarankan Hakim PN Jaksel, Fahri menggugat tiga tokoh PKS
(Sohibul Iman, Surahman Hidayat, dan Hidayat Nurwahid) ke MKD DPR RI
(29/4/2016). Fahri benar-benar memanfaatkan posisi politik untuk
mempertahankan kedudukan sebagai Wakil Ketua DPR RI dengan segala
fasilitasnya, sambil menyerang orang-orang yang dipandang memusuhinya.
Fahri adalah “orang lain” ?
Melihat fenomena di atas, apakah Fahri adalah “orang lain di tengah
kita” yang dimaksud Anis Matta ? Apakah Fahri yang dimaksud Anis Matta
sebagai orang yang direkrut “orang lain” setelah ia bergabung dalam
da’wah ? Apakah Fahri yang dimaksud sebagai kader yang secara tidak
sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah ?
Siapa “orang lain” di tengah kita sepertinya tidak perlu dijawab. Anis
Matta sebenarnya sedang mengajak kader PKS berkontemplasi, jangan-jangan
banyak kader yang “direkrut” secara tidak sadar mengalami penyimpangan
perilaku atau akhlak, larut dalam pergaulan, dan kemudian secara tidak
sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah.
0 komentar:
Posting Komentar
Apabila selesai baca Jangan lupa komentar saudaraku, tapi yang sopan ya....